Ketika Aku Memilih Untuk Resign. |
Assalamualaikum, Hey Sobat Literasi.
Salam Literasi.
Bekerja merupakan salah satu tanggung jawab seorang laki-laki yang tidak dapat ditolak ataupun ditunda. Sejatinya yang diperintahkan untuk bekerja adalah laki-laki, walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa wanita juga bekerja selama diperbolehkan oleh orangtuanya ataupun suaminya, namun tanggung jawab menafkahi tetaplah berada di pundak seorang laki-laki.
Terlepas dari siapa yang bekerja baik lelaki maupun wanita, sudah dapat dipastikan bahwa hal yang dikerjakan itu sudah barang tentu sesuai dengan passion ataupun bidang yang dikuasai dan disukai. Idealnya seperti itu, namun tidak sedikit orang bahkan banyak sekali mereka yang bekerja tidak sesuai dengan bidang keilmuan yang dipelajarinya baik secara formal maupun non formal sehingga iapun harus merelakan ilmu yang dipelajari itu tidak terpakai di tempat ia bekerja.
Semua manusia tentu menginginkan bekerja sesuai dengan bidang keilmuannya, kerja di perusahaan terbaik, ternama dan terbesar dengan gaji yang tinggi, tugas yang ringan bahkan jika perlu tidak ada beban yang memberatkan pikiran dan tanggung jawabnya. Itu semua sah-sah saja, normal dan manusiawi.
Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta tidak sesuai dengan bidang keilmuan yang telah aku pelajari bertahun-tahun mulai dari SD, SMP, MAN / SMA, hingga perguruan tinggi dimana aku belajar ilmu pendidikan di sebuah institut negeri di kota Bukittinggi, melamar pekerjaan ke sana ke mari, keliling Sumatera Barat dengan mengandalkan ijazah sarjana pendidikan hingga bermuara di sebuah perusahaan swasta kota Bukittinggi. Namun sebelumnya pernah bekerja di sebuah pesantren ternama di kabupaten Agam.
Aku melamar pekerjaan di beberapa perusahaan yang dibawahi oleh pengusaha HZ (sebut saja inisialnya demikian), ternyata tanpa aku ketahui, beliau membaca surat lamaranku, berbulan bulan aku menunggu tidak ada panggilan untuk wawancara kerja. Aku tetap berjuang tidak menyerah begitu saja sambil melamar pekerjaan di instansi lainnya. Aku berserah diri kepada Allah SWT, siapapun dan apapun nantinya pekerjaan yang memanggil akan aku datangi.
Aku dipanggil wawancara oleh pengusaha tersebut namun tidak diterima, selang beberapa bulan kemudian, beliau kembali memanggilku untuk wawancara lagi. Nah, diwawancara kedua ini beliau kembali bertanya lebih lanjut tentang jawabanku di wawancara pertama. Alhasil, beliau mengatakan, "Saya panggil ustadz ya, karena setelah saya baca-baca, pak ustadz rajin beribadah. Pekerjaan yang ustadz lamar di beberapa perusahaan saya, semua itu tidak ada yang sesuai dengan bidang keilmuan atau ijazah pak ustadz, sayapun bingung mau menempatkan di bagian mana. Sekarang begini saja, bersediakah ustadz saya tempatkan di (nama perusahaan) menjadi pengawas lapangan, anggota nya ada sekitar enam sampai 8 orang. Kerja harus jujur, awasi semua pekerjaan bongkar muat barang, jangan sampai salah menghitung jumlah barang keluar. Kapan kita mulai ?". Lebih kurang demikian pernyataan beliau kepadaku, akupun meng-iya-kan dan menjawab "kita mulai langsung hari ini saja pak". Jawabku tegas.
Keesokan harinya beliau memanggilku untuk memulai bekerja di perusahaannya. Kami datang bersamaan, beliau menyerahkan aku ke petugas yang sudah lama bekerja di perusahaan ini. Semua teknis pekerjaan, nama barang, sistem kerja, teman-teman, alat-alat yang dibutuhkan dan segala macamnya aku pelajari. Beberapa bulan bekerja aku mengalami berbagai hal di ruangan maupun lapangan.
1. Bertengkar dengan rekan sejawat.
Ada anggota yang sudah melaporkan kepadaku bahwa barang sudah siap dan akan dibawa, akupun juga sudah cek dan ricek. Saat duduk berkumpul di ruangan, ada yang tiba-tiba saja marah kepadaku dan memperlihatkan wajah sinis. Berkata kotor, menyuruhku untuk cek barang keluar padahal sudah kuperiksa dan meminimalisir kesalahan jumlah maupun jenis barang. Aku tak tahan dengan caranya, muak dan melawan. Aku dan ia hanya adu mulut tidak sampai adu fisik. Singkat cerita, ia ada permasalahan di rumahnya, aku tidak tahu dengan siapanya. Aku berusaha kembali tenang dan menjelaskan duduk persoalannya. Ternyata aku tidak mendengar saat ia bertanya kepadaku dan ia menyangka bahwa aku tidak mengacuhkan padahal aku tidak mendengar karena memperhatikan teman lain yang sedang berbicara. Aku berusaha untuk menenangkan diri dan menenangkan egonya, terakhir aku mengajak untuk berdamai karena aku dan ia akan bertemu setiap hari kerja, besok dan selanjutnya tidak enak dalam bekerja apabila tidak bertegur sapa dengan teman kerja. Mungkin ini adalah hal biasa dalam dunia kerja. Semua harus dibawa tenang, rileks, santai, tidak dibawa emosi, harus berprasangka baik, mengulang bertanya jika tidak terdengar, menganggap teman-teman kerja sebagai dunsanak (keluarga) sehingga segala permasalahan yang terjadi dapat terselesaikan dengan arif dan bijaksana, suasana damai, aman dan tentram, kerja pun terasa ringan dan nyaman.
2. Menangkap Anggota yang Melakukan Kecurangan.
Aku mendapat informasi bahwa ada salah satu anggota yang suka melebihkan barang untuk dibawa keluar. Saat aku memeriksa ternyata memang benar adanya. Anggota dengan inisial SA melakukan apa yang aku curigai. Jumlah barang yang tertulis di surat dan akan dibawa keluar berbeda dengan yang ia lakukan, aku pun menyampaikan dengan tegas bahwa perilaku seperti ini sangat tidak baik, haram dilakukan, aku langsung menyuruhnya untuk mengurangi jumlah barang yang telah dilebihkan dari jumlah yang seharusnya. Ia hanya terdiam dan melakukan perintahku.
Untuk hal-hal seperti ini aku tidak takut menindak tegas karena sesuatu yang dianggap sepele akan menjerumuskan diri kita sendiri. Dapat kita bayangkan bahwa mengambil sesuatu yang bukan hak kita lalu kita berikan untuk diri dan keluarga kemudian menjadi darah daging, bukankah ini sangat membahayakan dari segi kesehatan, keberkahan apalagi segi agama. Dosanya besar dan diancam akan dimasukkan ke dalam neraka. Na'udzubillah.
Selain itu aku akan tetap tegas terhadap ketidakjujuran yang tampak jelas di depan mata. Bagiku yang bathil itu tetap bathil dan yang hak itu tetap hak. Artinya sesuatu kesalahan tetaplah salah tidak ada kebenaran dan pembenaran sedangkan sesuatu kebenaran tetaplah kebenaran tak bisa disalahkan keduanya tidak akan pernah bisa dicampur adukkan ibarat susu dengan tinta sampai kapanpun akan tetap berbeda. Walaupun hal yang aku lakukan itu beresiko di luar kerja seperti diancam dan sebagainya aku memilih tetap menyalahkan kecurangan atau kebohongan dalam bentuk apapun dan aku tidak takut berada di atas kebenaran.
3. Disuruh dan Dimarahi Oleh Anggota yang Umurnya Jauh dibawahku.
Hal ini cukup menarik bagiku, karena di tempat kerja itu ada anggota yang senang menyuruhku mengambilkan peralatan atau inventaris yang dibutuhkan. Tidak cukup itu saja, ia juga menghardik dan memarahiku layaknya babu yang tak punya harga diri. Tak ada rasa harga menghargai dengan kawan-kawan kerja yang menurutnya tak akan melawannya, akan tetapi jika rekan kerja yang sudah senior di sana iapun tak berkutik untuk menyuruh dengan nada deras tak pakai perasaan seperti yang dilakukan kepadaku.
Seorang anak kecil yang tidak selesai menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama, usia yang masih belia berani menyuruh dan menghardik ku ditambah lagi didepan rekan kerja lainnya. Sungguh ini bagiku adalah perbuatan yang memalukan dan mempermalukan dirinya sendiri. Ketahuan sekali bahwa ia tak belajar tata krama, sikap menghormati dan adab terhadap orang yang lebih tua. Aku hanya tersenyum melihat tingkah seperti itu, aku juga tak melawan karena memang bukan lawan ku. Seorang sarjana dan umur yang jauh lebih tua melawan anak remaja yang masih belia tidak tamat sekolah menengah pertama rasanya tidak rasional. Hal tersebut tidak sekali dua kali ia lakukan tapi setiap hari kerja. Caraku hanya dapat mengajarinya bahwa perilaku sopan itu sangat diperlukan dalam bertingkah laku, menghargai teman sebaya, menghormati orang yang lebih tua, serta pelajaran bersikap lainnya telah aku sampaikan jika diterima aku ucapkan Alhamdulillah, jika tidak ya kembali lagi kepada yang bersangkutan.
Dari hal ini aku mendapat pengalaman bahwa kesabaran sangat dibutuhkan dalam menghadapi orang-orang yang memiliki watak tempramen, sikap egoistis, merasa paling berani dan sifat tercela lainnya. Ketenangan dalam mengambil sikap juga sangat diperlukan untuk mengambil keputusan. Tidak gegabah, tergesa-gesa dan asal bicara. Aku pun juga tidak boleh membalas keburukan dengan keburukan yang sama tapi harus membalas kejahatan dengan kebaikan agar dakwah ku tersampaikan kepada orang yang berhati keras mau menang sendiri.
4. Turun Jabatan.
Setiap pekerjaan dan setiap pekerjanya pasti ingin menjadi yang terbaik. Orang yang hatinya baik akan berusaha menjadi karyawan terbaik dan berprestasi di bidangnya. Sementara pekerja yang jahat dan busuk hatinya akan berusaha menjadi pekerja yang selalu dipuji bos dengan melakukan berbagai cara yang penting pak bos suka dan senang seperti menjatuhkan teman kerja, menikung dari belakang, menjilat ke sana ke mari, menggunting dalam lipatan, menjelekkan anggota baru agar tetap bertahan, membuat fitnah tanpa adanya bukti dan berbagai cara lainnya agar ia disenangi pemilik perusahaan.
Hal inilah yang aku alami dan rasakan selama lebih dari setahun bekerja di salah satu perusahaan swasta tersebut. Aku merasa sudah melakukan yang terbaik dalam pekerjaan, bekerja sejujur-jujurnya, tidak ingin mengecewakan pemilik usaha, bekerja sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. Namun apalah dayaku sebagai anggota baru, masih beradaptasi dan berusaha memberikan yang terbaik. Fitnahan datang menghampiriku, aku di tudah melakukan kesalahan dalam mengawasi aktivitas kerja di lapangan, juragan pun menjadi kecewa kepadaku untuk kemudian menurunkan jabatan ku dari pengawas lapangan menjadi buruh angkat barang-barang tanpa ada tanggung jawab lain selain hanya bongkar muat barang. Hatiku terasa pilu dan terenyuh tapi aku berusaha tetap sabar, tabah dan kuat menghadapi.
Mendapatkan pengalaman seperti ini tentu menyedihkan walaupun gajinya tetap tanpa dikurangi sedikitpun. Tugas dan tanggung jawab menjadi pengawas ini aku jalankan lebih kurang selama empat bulan dan kemudian diturunkan menjadi buruh angkat barang. Dari hal ini aku merasakan ternyata masih ada rekan kerja yang masih baik kepadaku dengan memberikan dukungan serta kesabaran, ada yang menenangkan dan sebaliknya ada juga yang senang dengan kejadian ini, gembira di belakangku dan kesenangan lainnya. Bagiku ini hanya tentang sikap dan perjalanan pengalaman hidup di dunia kerja. Setiap pekerjaan tentu ada suka dan duka namun tidak boleh terlena dengan nya. Aku hanya dapat mengambil pelajaran yang tersurat maupun tersirat dari itu dan masih banyak pengalaman pahit lainnya yang kualami disana.
Lebih dari setahun pekerjaan itu aku lakukan, aku tidak mempermasalahkan siapa dan apa penyebab turunnya jabatan kerja. Semua itu hanya titipan sementara. Bukankah dunia ini hanya permainan dan Senda gurau belaka ?. Kira-kira seperti itu salah satu penggalan ayat di dalam Al-Qur'an.
Selang beberapa minggu aku mulai bekerja bongkar muat barang, kondisi dan daya kekuatan fisikku mulai menurun, sakit, tidak enakan. Aku bekerja dibawah terik matahari dan hujan karena harus diselesaikan sebelum jam 17.00 WIB. Aku mulai mengeluhkan sakit badan kepada istri karena sudah tidak tahan lagi, selagi aku masih mampu menahan akan ku tahan, tapi saat itu sudah sangat sakit. Sebenarnya aku tidak tega memberi tahu demi memikirkan perasaan hatinya tapi cepat atau lambat ia akan mengetahui, dari pada ia kaget mengetahui ini lebih baik aku kabari agar ia tidak terlalu sedih.
Setiap dua kali atau tiga kali seminggu aku melakukan pijat, urut dan refleksi ditemani istri. Terutama pada bagian tangan karena memang digunakan untuk mengangkat barang. Lama-lama aku dan istri membicarakan pekerjaan yang kulakukan ini.
Setiap hari dari senin sampai sabtu aku berangkat dan pulang kerja menggunakan sepeda motor pagi dan sore dengan jarak tempuh masing-masing nya 17 kilometer dengan memakan waktu 35 menit perjalanan. Sejak kuliah aku pernah mengalami sakit Hepatitis A harus dirawat di RS Ahmad Muchtar Bukittinggi yang disebabkan oleh kelelahan kemudian beberapa tahun kemudian sakit vertigo masih disebabkan kelelahan dan pusing yang luar biasa di kepala.
Sekarang hal yang sama kembali terulang melakukan perjalanan sejauh itu setiap hari jika hujan menggunakan jas hujan dan jika panas pun tetap berangkat pergi dan pulang ditambah kerja angkat barang-barang yang beratnya ber kilo-kilo dibawah sinar matahari dan hujan membuat tubuhku kembali letih, lelah, lesu. Lingkungan kerja yang sangat tidak sesuai dengan mentalitas dan karakterku. Rasanya sudah tidak sanggup dan tidak siap menjalaninya.
Setelah berbincang-bincang dengan istri, orang tua dan orang-orang terdekat ku maka aku memilih untuk resign dari pekerjaan itu karena memang sudah tidak sesuai dan tidak cocok dengan apa yang aku mau. Rasanya sangat naif yang kulakukan ini sebab gaji yang tidak seberapa aku perjuangkan untuk memperkaya orang lain, waktuku habis untuk orang, tenagaku terkuras, pikiranku terfokus untuk pekerjaan yang mungkin bisa dilakukan orang yang tidak sekolah karena hanya membutuhkan tenaga sementara tenagaku sudah tidak sanggup dengan riwayat penyakit lelah. Pekerjaannya tidak membutuhkan ijazah pendidikan sementara aku telah menamatkan perguruan tinggi (sarjana). Bukan berarti aku meremehkan pekerjaan tersebut tapi memang tidak cocok dengan kesehatan dan jenjang pendidikan ku.
Aku merasa hal ini bukan bekerja tapi justru dikerjain. Aku pun seperti orang tak punya tujuan, tamat perguruan tinggi malah mencari-cari kerja, tidak punya pendirian, hidup seperti tidak tentu arah, mengapa aku tidak membuka pekerjaan sendiri ?, sedari kecil hingga tamat perguruan tinggi di lingkungan yang ada padaku hanya ada mencari-cari pekerjaan belum ada yang mengajariku untuk membuka lapangan pekerjaan.
Alhamdulillah sejak aku menikah dengan Gusmita Safitri, pola pikirku mulai berubah, aku mulai mengenal diriku sendiri, mulai mengetahui tujuan, mulai memperjuangkan masa depan. Banyak sekali motivasi, ide-ide kreatifnya dan semangat mengandalkan diri sendiri untuk menggapai apa yang ku mau di masa depan nanti. Untuk apa aku menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, biaya untuk memperkaya orang lain, lebih baik aku memperjuangkan diri dan keluargaku, mumpung masih muda tidak ada istilah terlambat, aku harus berani keluar dari zona nyaman untuk mencari tantangan baru, toh tanpa perusahaan itu aku akan tetap hidup juga dengan izin Allah SWT. Gagal dan berhasil itu hanya tentang pandangan orang, kalah menang adalah hal yang biasa, segala resiko akan kuambil karena aku punya niat baik untuk keluarga dan tidak merugikan orang lain.
Aku ingin menata kembali niat hati untuk bekerja sendiri. Jikapun kerja dengan orang lain itupun sebagai relasi dan kerjasama sebab setiap usaha yang kita lakukan tentu tidak bisa dikerjakan sendirian butuh orang lain untuk membantu menunjang aktivitas.
Seperti apa usaha yang kulakukan pasca resign dari salah satu perusahaan ternama itu ?. Nantikan kelanjutan kisahnya di buku autobiografi aku dan istri "Hingga Azhar Ke Bumi" yang saat ini masih proses penulisan.
Semoga kita dapat mengambil pelajaran atau hikmah dari setiap kejadian yang kita alami. Di dalam kitab Hilyatul Auliya nomor 8996 Umar bin Khattab mengatakan : "Tinggalkan hal-hal yang menyakitimu, bertemanlah dengan orang sholeh walaupun engkau akan sulit mendapatkannya, dan bermusyawarahlah tentang urusanmu dengan orang-orang yang takut kepada Allah SWT.
Salam Literasi.
Panjang umue memang banyak pengalaman hiduik nan bisa kadicontoh oleh nan generasi Mudo. Sehat selalu abng Harizon berserta keluarga kecilnya.
ReplyDeleteabg kim yg alah tuo yg punyo banyak pengalaman hiduik. gas lo lah bg ttg bio abg...
DeleteTrima kasih bg Kim.
DeleteTulisanny menginspirasi...
ReplyDeleteterbaik bg harizon. harapan tak seperti ekspektasi.
apalagi kl berharap ka manusia y bg... π
Trima kasih Alber.
DeleteRuar biassaa zoonππππ€π€
ReplyDeleteTrima kasih.
DeleteSemangat pak bossπ₯π₯
ReplyDelete